Senin, 24 Oktober 2011

Tehnologi & Informasi Untuk Public Relations

PERTEMUAN III
HUMAS
TOPIC : Tehnologi Informasi
Menginformasikan sesuatu atau mendapat informasi,  berarti  memberitahu atau diberitahu sesuatu. Mengatakan sesuatu; berita; kata. Informasi  adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara apapun, menjadi fakta, data, pembelajaran  pengetahuan. Informasi  menjawab pertanyaan   orang lain sebagai layanan. untuk fakta-fakta yang dikumpulkan dengan cara apapun, seperti dengan membaca, observasi, desas-desus, dll dan tidak selalu berkonotasi validitas (informasi yang tidak akurat), pengetahuan berlaku kepada badan fakta yang dikumpulkan oleh penelitian, pengamatan, dll dan ini ide-ide disimpulkan dari fakta ini, dan kontra-catatan pemahaman tentang apa yang dikenal pengetahuan dibutuhkan terutama oleh pendidikan  di bidang bahasa dan kepustakaan.

Terjemahan oleh Grace Pramutadi
Webster’s World Dictionary 2008 (p.750)
An informing or being informed; especially; a telling or being told of something. something told ; news; intelligence; word. knowledge acquired in any manner; facts; data; learning; lore. a person or agency answering questions as a service to others,  applies to facts that are gathered in any way, as by reading, observation, hearsay, etc. and does not necessarily connote validity (inaccurate information) ; knowledge applies to any body of facts gathered by study, observation, etc. and to this ideas inferred from this fact, and con-notes an understanding of what is known man's knowledge of the universe, learning is knowledge acquired  by study especially in language , literature.
Masa kini informasi adalah alat komunikasi dan ternyata menjadi senjata yang ampuh dan diyakini sebagai  peluru yang melesat dengan cepat.
Dengan cara mempunyai ilmu  komunikasi dan mepertajam kemampuan untuk mengetahui informasi dengan cepat maka dialah yang akan menguasai pasar atau menang didalam dunia bisnis yang penuh dengan gejolak dan persaingan.
Informasi dan berkomunikasi sekarang ini dilakukan melalui satelit dalam hitungan detik, ribuan dari kata per menit dan segudang informasi tersimpan  di bank data  dengan alat computer , lap top denagn sentuhan jari.Generasi muda adalah orang –orang yang selalu penuh semangat untuk menjadi penerima dan penyemai  informasi.  Dalam sehari skap dan perilaku mereka dapat berubah sesuai trend yang berlaku yang mereka terima  lewat jaringan international. Namun ironisnya pemahaman akan budaya bangsa kurang diamanatkan menjadi kebanggaan bersama, sehingga pengetahuan yang diperoleh tidak melalui saringan dan menjadi alat penyeimbang.
Jika kekuatan pribadi bangsa menjadi titik sentral pembentukkan karakter, maka pemahaman tentang sikap dan perilaku akan berkembang pesat menjadi kekuatan diri ( man power).
Saat ini krisis kepribadian masih menjadi kendala bagi kemajuan ilmu sumber budaya masyarakat.
Dunia membutuhkan sekelompok komunikator dan interpreter untuk menjadi orang-orang trampil     maka jaringan satelit akan dengan seketika mengoperasikan mesin dan mencurahkan perhatian untuk mendapatkan informasi - informasi di tingkat international.
Globalisasi perekonomian dunia masa kini menuntut semua orang untuk menjadi pribadi-pribadi yang kompeten dibidangnya. Semangat juang dan mampu bersaing untuk menunjukkan dirinya  berkualitas.
Etika bisnis harus dipahami sebagai proses pendewasaan diri dalam mengerti strategi bisnis yang sesungguhnya yaitu “ kepercayaan”
Menurut Dr George Enderle dari universitas Notre Dame Indiana : Kualitas adalah penguasaan etika bisnis yang mengandung 4 (empat)elemen :’
1.       Moral sensibility( perasaan berdasarkan moral)
2.       Moral reasoning ( alas an yang rasional dan memadai untuk menentukan arah bisnis)
3.       Moral leader(jiwa pemimpin yang bermoral dan mempengaruhi karakter pekerjanya)
4.       Moral Conduct( sikap tindak/perilaku berdsarkan etika / kode etik profesi  yang diterapkan sebkeprofesionalan profesi)
Untuk menghadapi bisnis masa kini  mau menerima tantangn, mencari informasi yang actual dan tidak gagap tehnologi (gaptek) yang dibutuhkan adalah tidak pernah berhenti belajar tentang sesuatu yang baru.

Jakarta Oktober 2011
Grace Pramutadi. S.Sn MBA

Kamis, 20 Oktober 2011

COCO CHANNELoleh Grace Pramutadi /Prof DR Ratna Sayekti / Thesis S2 Fakultas Sastra Universitas Gunadarma" Annotated Translation"


COCO CHANNEL
Coco Chanel
Her Life, Her Secret
Hidupnya dan rahasianya

Marcel Haedrich
Marcel Haedrich



Translated from the French by Charles Lam

 Markmann
Diterjemahkan dari Bahasa Perancis oleh

Charles Lam Markmann



With illustration

Little, Brown and Company. Boston.

Toronto

Dengan gambar

Little, Brown and Company, Boston

Toronto


For Andree- if not the creation, the creator
Untuk Andree jika tidak ciptaannya,

penciptanya.



With thanks to my friend Herve’ Mile.

Without him, without his help, this book

could not have been written.
Ucapan terimakasih untuk temanku

Herve’ Mille.

Tanpanya, tanpa bantuannya, buku ini

tidak dapat ditulis.



Chanel created a feminine character such as

Paris had never before known.
Chanel menciptakan tokoh wanita  yang

belum pernah  Paris  kenal sebelumnya


Maurice Sachs

Maurice  Sachs



COCO CHANEL
COCO CHANEL


1.“Those on Whom Legends Are Built Are
    
     Their Legends”


1.Kepada siapa Legenda itu Dibuat

 Adalah Legenda itu Sendiri



I first met Coco Chanel in 1958. 
Pertama kali saya bertemu Coco Chanel

tahun 1958.



She was seventy-five years old- a prodigy

beatified.

Dia berumur 75 tahun  seorang yang luar

biasa periang.


And triumphant: she had imposed her

style on the whole world.

Dan merasa menang  dia  telah

memberlakukan gayanya ke seluruh dunia.


Because she had succeeded in every-thing

in her life, I urged her to describe her

victories into the tape recorder.
Karena dia telah berhasil dalam segala hal

dalam  hidupnya, saya mendorongnya

untuk memerikan masa kejayaannya ke

dalam alat perekam.



She murmured into the microphone: “ I

don’t even know whether I’ve been

happy.”


Dia bergumam ke dalam pengeras suara 

“Saya bahkan tidak tahu apakah saya 

 bahagia.”


She would say: “ every day I simplify

something because every day I learn

something.”
Dia akan mengatakan: “ setiap hari saya

selalu membuat hal menjadi sederhana

dan setiap hari saya belajar sesuatu.”





She would say: ”When I can no longer

create anything, I’ll be done for.”

Dikatakannya: “ Saat saya tidak bisa lagi

 menciptakan apa-apa, saya sudah tamat.”



She would say: “ There goes a woman who

knows all the things that can be taught and

none of the things that cannot be taught.”

Katanya lagi: “ Itulah wanita yang tahu

semuanya yang bisa diajarkan kepadanya

dan tidak ada satupun yang tidak bisa

dipelajari.”




She would say: “ Youth is something very

 new: twenty years ago no one mentioned

it.”
Dia akan berkata :“ Masa muda adalah 

hal yang baru: dua puluh tahun yang lalu

tidak ada  seorang pun menyebutnya.”



She said too: “ Only truth has no frontiers.”
Dia juga mengatakan: “ Hanya kejujuran

yang  tanpa pamrih.”



And this: “ There is only one thing about

which I am still curious: death.”

Tambahan  lagi: “ Hanya ada satu hal

yang membuat saya masih penasaran 

yaitu kematian.”



From the flood of her talk I sifted the

nuggets- though not all of them.
Dari luapan pembicaraannya, saya

memilah intisarinya- walaupun tidak 

semuanya.



She spoke rapidly, and I had to become

 accustomed to her muted voice.
Dia bicara cepat dan saya harus terbiasa

akan kata yang tak terucapkan.



I thought she was overly made up,

aggressively made up, with too-red lips,

oversized and over blackened eyebrows,

harshly dyed hair.
Saya pikir dia  berhias terlalu berlebihan,

mencolok, dengan bibir yang terlalu

merah, dan alis  yang terlalu tebal,

terlampau hitam serta rambutnya yang

pewarnaannya tidak merata.




That was my first impression of her: an

almost outrageously done-up old lady who

talked end-lessly.

Itu adalah kesan pertama saya tentangnya

yaitu seorang wanita tua yang berhias

sangat berlebihan yang bicara tiada

habisnya.



She was two year older than my mother.
Dia berumur dua tahun lebih tua dari ibu 

saya.

That thought occurred to me as I was

asking myself: what are you, the Alsatian

of Alsatians, doing here at Coco Chanel’s?


Pikiran itu ada pada saya saat saya

bertanya pada diri saya sendiri: siapakah

anda, pelindung dari segala pelindung ada

di sini di Coco Chanel.

she intimidated me.

Beliau menakut-nakuti saya.



I opened my ears.


Saya buka telinga.



To enter her presence was to step into a

monologue.
Untuk masuk dalam keberadaannya adalah  

melangkah  kepercakapan satu arah.


I opened my eyes as well.
Saya juga buka mata.


I was in the presence of a national

monument: how does one examine the

 Eiffel Tower? My own mental image of

Coco Chanel had been conventional.
Saya berada di hadapan monumen

nasional: bagaimana kita meneliti menara

Eiffel? Citra mental saya sendiri terhadap

Coco Chanel adalah konvensional


I knew that she had been very beautiful.
Saya tahu dia dulunya cantik sekali.



I knew a celebrity of La Belle Epoque had

discovered her in Moulins, a cavalry

garrison, and brought her to Paris, where

she proceeded to liberate woman kind from

corsets: and that she had created a fashion

“look” and a famous perfume: and that the

Duke of Westminster had covered her with

jewels (eight yards of pearls, shovelfuls of

emeralds and diamonds): and that she had

launched the little black dress, short hair,

costume jewelry, et cetera.
Saya kenal  seorang ternama  dari La Belle

Epoque yang telah menemukannya di

Mouline, tempat pasukan berkuda penjaga

benteng kota dan membawanya ke Paris.

Di Paris ini Coco Chanel meneruskan

pembebasan wanita  dari korset, dan dia

telah menciptakan ‘ gaya busana yang

lain dari yang lain’ dan minyak wangi 

ternama: dan  Duke Westminster telah

memberinya hadiah  berupa perhiasan

(kalung mutiara sepanjang delapan yard

, dipenuhi jambrut dan intan):  dia telah

meluncurkan gaun hitam pendek, rambut  

pendek, perhiasan busana, dan seterusnya. 

Coco Chanel! In her drawing room I was in

Ali Baba’s cave with the treasures of

Golconda-calamander screens, mother of

pearl, ebony, ivory, deer and lions, gold

and crystal, masks, a wall of rare books,

spheres magic, the scent of tuberoses
Coco Chanel! Dikamar tamunya

membuatku seperti di goa Alibaba dengan

harta karun  layar Golconda-Calamander,

 mutiara indung, kayu ebony,  gading,

rusa, singa, emas dan kristal, topeng,

tembok penuh dengan buku langka, sphere

magic, aroma tuberoses.

 It was Byzantium and the imperial palace

of China, Ptolemy’s Egypt and, in the

mirrors above the fireplace, reflection of

Greece with a fourth-century Aphrodite

side by side with a fantastic raging wild

boar, a meteorite that had fallen from the

sky on Mongolia thousand of years ago--

everything agglomerated and

conglomerated, mingled and mangled,

ordered into a disorder magnificently made

harmonious by Coco’s taste.
 .
 Itulah Byzantium dan istana kekaisaran

China, Mesir Ptolemy, dan,  di cermin di

atas perapian,  bayangan Yunani

dengan Aprodit abad ke empat  

bersebelahan dengan babi hutan liar yang

sangat mengamuk,  meteor  yang telah

jatuh dari langit di Mongolia ribuan tahun

lalu-- semua menumpuk,, menggumpal,

diatur kedalam ke tidak aturan   yang  

menakjubkan dibuat  harmonis oleh  

selera Coco.


It was sumptuous-- too much for me.


Sangat berlebihan--terlalu banyak untuk

saya.


Could anyone live in this? 



Dapatkah seseorang tinggal di kamar tamu

semacam itu.

Sleep, make love on that couch?

I had asked myself the same questions in the

Borgias’ apartments in the Vatican: could

anyone really breathe, eat, drink, kiss in

such magnificence?  


Tidur dan bercinta di atas sofa?

Saya telah bertanya pertanyaan yang

sama pada diri saya sendiri di  apartemen  

Borgias di Vatikan: dapatkah seseorang  

benar-benar bernapas, makan, minum dan

berciuman dalam suasana demikian

menakjubkan ?

 Against that setting?

 Pada tata latar yang demikian?
Did the Pope keep his

biretta on when his barber was shaving

him?    
Apakah Paus mempertahankan topinya

saat tukang cukurnya memotong

rambutnya?  


Coco never removed her hat on her

visits to herself in the Chanel Museum.



 Coco tidak pernah melepaskan topinya

pada kunjungannya di Museum Chanel



That day (my notes begin with the date of 1

August 1959) the hat was a flat, broad-

brimmed straw, with a large jewel pinned

at the front.
Hari itu ( catatan saya mulai tanggal 1

Agustus 1959)  topi jerami yang  datar,

berpinggiran lebar dengan perhiasan besar

 disematkan di depan.


Coco was wearing a suit cut from a very

light, almost white material with a vague

hint of pale gold.
Coco memakai setelan dari bahan tipis  

berwarna putih pucat keemasan.



She tugged at her jacket, and all the time

she was talking she never stopped smoking.

Dia menarik-narik jaketnya, dan

sementara dia berbicara dia tidak pernah

berhenti merokok.


“When all this brouhaha is over, I am going

to change several of the models,” she said.

“Saat semua brouhaha ini selesai, saya

akan mulai merubah beberapa model,”

katanya. 


Accompanied by Herve Mille, I had just

seen a Saturday showing of her collection

for store buyers.
Ditemani oleh Herve Mille, saya telah

melihat pagelaran busana  di akhir pekan

yang menampilkan koleksinya pada

pembeli-pembeli di toko.


At the time I was editor in Marie-Claire,

but I paid virtually no attention to fashion,

since I was convinced that I knew nothing

about it; and besides it did not interest me.


Pada waktu itu, saya adalah  penyunting di  

di Marie-Claire, tapi saya tidak begitu

memperhatikan gaya busana, karena saya

yakin bahwa saya tidak tahu apa-apa

tentang hal itu: dan selain itu saya tidak

tertarik dengan busana.




 







 .

  
   




   

 





 

 
.
 




T
 
 
.”

 
 
. ...”